Selasa, 28 Juni 2011

Inikah Wajah Perpolitikan Di Negeri Kita ini....?

Rentetan kasus yang menimpa kader Demokrat menggerus simpati pemilihnya. Kasus terbaru yang melibatkan  bendahara DPP Demokrat, Nazaruddin salah satu pemicunya.

Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan simpatisan Demokrat menurun sejak Februari 2010 hingga Mei 2011. Demokrat yang meraih 20,85 persen suara pada Pemilu 2009 kini tinggal 18,9 persen.

Sempat naik hingga 32 persen di Januari 2010, tapi hanya satu bulan. "Peningkatan itu dipicu euforia kemenangan Demokrat di Pemilu 2009. Apalagi selain menang Pemilu, Demokrat memenangkan SBY sebagai presiden," kata Peneliti Utama LSI, Saiful Mujani saat konferensi  pers, Minggu, 28 Mei.

Sejak di Maret 2010, anjlok ke 29 persen, April 2010 menjadi 27 persen, Agustus 2010 menjadi 26,6 persen, Oktober 2010 menjadi 22 persen, Desember 2010 menjadi 21,7 persen, dan pada Mei 2011 tinggal 18,9 persen.

PDIP sebaliknya. Simpati kepada Partai Megawati Soekarnoputri ini lebih tinggi dari persentase  suara mereka di Pemilu 2009.

Pada 2009 lalu, PDIP di posisi ketiga dengan 14,09  suara. PDIP sempat jatuh ke angka sembilan persen pada April 2010.  Namun, hasil survei terbaru Mei 2011,  PDIP sukses menyalip Golkar dengan 16,7 persen.

Saiful yang didampingi Direktur Eksekutif LSI Burhanuddin Muhtadi, mengatakan simpati itu diperoleh PDIP karena mampu memerankan diri sebagai partai oposisi dengan baik. PDIP dinilai sebagai partai yang jelas posisinya sebagai oposan.

Bagaimana dengan Golkar? Survei yang dilakukan 15-25 Mei 2011 itu menunjukkan sosialisasi  gencar tidak signifikan dengan simpati yang mereka dapat. Cenderung bertolak belakang.

Bukan hanya karena simpati  kepada Golkar yang melorot dari 14,45  persen pada Pemilu 2009 menjadi 12,5  persen pada Mei 2009. Tren suara Partai  Golkar sejak Pemilu 2009 sampai sekarang juga terlihat datar-datar saja.

"Tidak dinamis sebagaimana PDIP, PKS, dan Gerindra. Demokrat pun dinamis, tetapi bergerak ke arah negatif," urai Saiful.

Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Profesor Hamdi  Muluk yang hadir dalam presentasi survei menilai wajar jika beberapa partai  menunjukkan tren menurun. Termasuk  Partai Demokrat yang notabene pemenang pemilu.

Hamdi menyebut dua pemicu. Minimnya party identification atau ikatan  psikologis antara parpol dengan pemilih, serta isu kampanye yang tidak relevan dengan politik. Bahkan bisa disebut ada partai yang hanya menebar jargon kosong.

Ketika partai-partai gagal mewujudkan janji-janjinya pada saat  kampanye, maka rakyat pun  menunjukkan sikap antipati. Yang memprihatinkan, fakta-fakta itu menunjukkan politik bakal kehilangan substansinya.

Peneliti Politik LIPI, Lili Romli  yang juga hadir mengatakan fenomena distrust atau  hilangnya kepercayaan publik terhadap parpol dipicu banyak faktor. Salah satunya kaderisasi parpol yang tidak jalan.

Banyak kader yang direkrut bukan karena kapabilitasnya, melainkan karena kemampuan finansial  yang bisa dimanfaatkan untuk menghidupi partai. Maka tidak heran jika  banyak cukong yang bercokol di partai  politik saat ini.

"Distrust juga diperparah orang yang masuk parpol bukan untuk pengabdian, melainkan untuk mencari penghidupan," tandas Lili.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar