Jumat, 27 Mei 2011

Lima Kejari SulSel Rapor Merah

MAKASSAR, BKM -- Penanganan korupsi di Sulawesi Selatan masih jauh dari harapan. Hasil rekapitulasi kinerja kejaksaan negeri di Sulsel yang dirilis Kejaksaan Tinggi Sulselbar dalam tiga bulan terakhir menunjukkan grafik yang tidak membaik. Lima dari 27 kejari, dicap masih dengan rapor merah. Kelima kejari itu antara lain, Kejari Takalar, Palopo, Enrekang, Watampone dan Sinjai. Dari hasil indeks kinerja yang dirilis kemarin, dipaparkan bahwa Kejari Takalar di tahun 2011 hanya menangani dua kasus korupsi. Satu dalam tahap penyelidikan dan satu lainnya di tahap penyidikan.


Namun, kedua kasus ini dinilai stagnan, karena belum satupun yang sampai ke penuntutan.
Selanjutnya Kejari Palopo juga menangani dua kasus korupsi yang masih di tahap penyelidikan. Kemudian Kejari Enrekang dengan tren yang sama yakni dua kasus korupsi di tahap penyelidikan.
Kejati Sulselbar juga menilai kinerja Kejari Watampone masih berada di bawah standar pencapaian yang normal. Kejari Watampone menangani dua kasus korupsi yang hingga kini masih berkutak di tahap penyelidikan.
Indeks terburuk dicapai Kejari Sinjai, yang hanya menangani satu kasus korupsi. Kasus ini juga masih berkutak di tahap penyelidikan.
Beberapa kejari yang dinilai cukup menonjol yakni Kejari Bulukumba dengan delapan kasus korupsi. Dua diantaranya masih di tahap penyelidikan sedang enam lainnya sudah ke tahap penyidikan, dan dua di tahap penuntutan.
Kejari Masamba juga tercatat dengan indeks peningkatan penanganan kasus yang lebih baik. Diantaranya menangani dua kasus di tahap penyelidikan dan lima kasus di tahap penyidikan. Kejari Bulukumba di tahun 2011 berhasil mendorong satu kasus ke tahap penuntutan.
Sementara itu Kejari Makassar berada di peringkat 10, dengan satu kasus di tahap penyelidikan dan dua di tahap penyidikan. Makassar juga berhasil mendorong dua kasus korupsi ke tahap penuntutan.
Beberapa kejari lainnya mencatat pencapaian penanganan kasus sebagai berikut, Bantaeng 8 kasus, Jeneponto 7 kasus, Mamasa 7 kasus, Pinrang 6 kasus, Makale 6 kasus, Polewali 6 kasus dan Soppeng 6 kasus.
Sementara itu, untuk penanganan kasus korupsi terdapat dua Kantor Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) yang tak satupun menangani kasus korupsi sejak Januari hingga Maret 2011 yakni Cabjari Wotu dan Cabjari Malino.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulselbar ST Burhanuddin, usai mengumumkan hasil evaluasi kinerja kejari, Selasa (19/4) mengakui indeks penanganan kasus di daerah belum memuaskan. Belum terlihat kata dia, upaya penanganan korupsi secara maksimal dari hampir seluruh kejari.Yang menggembirakan, jumlah 122 kasus yang ditangani seluruh kejari dan cabjari sudah baik karena dari 122 kasus terdapat 57 kasus di tahap penyelidikan, 53 kasus di tahap penyidikan dan 12 kasus masuk ke penuntutan di pengadilan.
"Saya harapkan ke depan kinerja kejari dan cabjari bisa lebih maksimal lagi. Ini merupakan bahan evaluasi untuk semua kejari. Walaupun saya bertugas di Jakarta saya tetap pantau penanganan kasus di Sulselbar," jelas Burhanuddin.
Burhanuddin yang dipromosikan menduduki jabatan barunya sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI, menambahkan, penilaian atau rangking kejari dan cabjari hanya penilaian optimalisasi kinerja bukan sebuah target.
Sehingga kata dia, belum dihitung secara keseluruhan jumlah kerugian negara yang terselamatkan dalam setiap penanganan kasus. "Ini hanya penilaian pertiga bulan, sehingga penilaian masih tetap berjalan hingga akhir tahun," katanya.
Direktur Eksekutif Lembaga Peduli Sosial Budaya Ekonomi Hukum dan Politik (LP-SIBUK) Djusman AR, berpendapat,
indeks penilaian terhadap para kejari masih kelihatan tidak punya patron yang jelas. Seharusnya yang menjadi kriteria penilaian, berapa kejari yang menangani kasus korupsi dengan jumlah kerugian negara tertinggi dan berapa kerugian negara yang terselamatkan.
"Rangking sebuah penilaian kinerja kejari belum dikatakan sebuah penilaian, karena penilaian itu tidak optimal. Seharusnya penilaian diukur dari berapa kasus yang memiliki kerugian negara terbesar bukan diukur dari penanganan kasus," jelas Djusman.
Sebab kata dia, ada kejari yang menangani banyak kasus tetapi jumlah kerugian negaranya kecil. Walau begitu kejari yang belum maksimal atau dengan rapor merah perlu meningkatkan kinerjanya.
"Evaluasi harus dilakukan. Karena saya melihat komitmen para kejari masih rendah," kuncinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar